Duka Sahur

“kring..kring..” jam beker berbunyi sangat nyaring. Aku pun terperanjat dari tidur dan terbangun. Membangunkan teman-teman yang lainnya untuk di ajak pergi ke warung membeli makan untuk sahur. Beberapa hari ini selalu pulang dengan tangan kosong karena padatnya pembeli jadi tidak memungkinkan menunggu antrian yang tak tau sampai kapan. Apa lagi imsak sebentar lagi berkumandang.

“yahhh, sudah ramai. Lagi-lagi terlambat, Ngalamat gak kebagian lagi nih” menghela nafas, muka kusut. Berbalik arah menuju kos lagi

“haduhh antrinya panjang banget, keburu imsak kalau begini” ucapku mengeluh.Padahal baru jam 3 pagi, tapi ternyata sudah padat sekali. 

Selalu begini saat sahur tiba, antri menunggu beli makan sahur lama sekali. Penjualnya Cuma satu dan pembelinya puluhan dalam warung ukuran 3-4 meter itu, ruang yang sangat sempit sekali untuk ukuran warung makan yang pembelinya lumayan padat. Warung itu memang hanya satu-satunya tempat yang setia melayani anak kos. Menunya pun banyak, harganya juga terjangkau, cocok sekali untuk anak kos yang serba irit pengeluarannya. Apa lagi kalau kiriman tak kunjung datang, duhhh super irit sekali.

“trus gimana ini, kita makan apa? Air putih lagi?” ucap dwi teman satu kos. Kembali dengan tangan hampa. 

“eh aku punya ide, gimana kalau kita nyetok roti tawar saja? Atau mie kalau gak males masak” ideku muncul karena melihat semua teman-teman pada kecewa dan tidak semangat lagi. 

“boleh boleh, besok kita beli yang banyak. Gak usah pergi-pergi ke warung buat beli makan lagi, pasti kecewa soalnya” wajah sumringah muncul ketika mendapat ide cemerlang.

Ke esokan harinya, berbondong-bondong pergi menuju swalayan untuk membeli roti tawar dan mie untuk makan sahur.

Stok sahur sudah menumpuk, ada roti tawar lengkap dengan selainya, mie rebus dan mie goreng, cemilan makanan kering juga ada. Suara kaki dan ocehan terdengar ramai. Itu tandanya menunjukan pukul 3, anak-anak kos berbondong-bondong menuju warung untuk sahur. Sedangkan aku dan teman-teman sudah tenang punya stok untuk sahur malam ini.

“jess..jess...” bunyi korek api di nyalakan, kompor minyak tanah pun menyala. Wajan berisi air sudah nangkring di atas kompor, menunggu mendidih. Malam ini aku berencana masak mie untuk makan sahur. Teman-teman yang lain pun menunggu giliran untuk memasak menu yang sama, mie rebus.

“petttt” api kompor pun padam, air sudah mendidih, mie sudah dimasak tapi tak matang 

“yaelah” menghela nafas, kesal. Ada saja cobaannya. Pake acara kompor mati kehabisan minyak tanah lagi. Yang lain tertawa riang bercampur sedih karena lagi-lagi masalah sahur yang jadi kendala. 

“tak apa, kan masih ada roti, yuk yukk makan roti saja yang siap santap” ucap ima menghibur. ima tinggal satu kamar denganku, biasanya ia yang paling cerewat masalah ini tapi tiba-tiba ia yang jadi penghibur kami malam ini.

Setiap bulan ramadhan tiba, aku selalu menyetok makanan untuk sahur, sudah kapok pertama kali menjadi anak kos harus berebut makan sahur di warung, belum kalau tidak dapat makan dan akhirnya hanya minum air putih saja pengganti sahur. Mengenaskan sekali. Selalu menangis jika ingat di rumah, menu selalu banyak, makanan enak-enak. Berbeda dengan anak rantau, makan apa adanya, adanya air putih saja sudah bersyukur.

Tulisan ini diikutsertakan untuk GA dalam rangka Ramadhan Giveaway dipersembahkan oleh Zaira Al ameera, Thamrin City blok E7 No. 23 Jakarta Pusat