"Surat dari Pembimbingku, 2007 Yang Lalu"

AN OPEN LETTER: KEPADA MUTAROBIYAH*)

Aku ingin bercerita pada kalian --adik-adikku di jalan dakwah-- dengarlah..
Dahulu..sebelum kita kenal, aku -–murobiyah kalian-- hanyalah seorang manusia yang sangat biasa. Bercita-cita, berbicara dan berpikir sama selayaknya sebagian besar muslim yang ada di muka bumi. Aku tak pernah memikirkan tentang berbekal untuk “masa depan” yang abadi. Aku tak pernah berbicara dengan landasan untuk menyebarkan pemikiran bahwa umat ini membutuhkan sekelompok orang yang memberi cahaya ma’rifah hingga terhapus bayang hitam jahiliyah. Aku tak pernah bercita untuk syahid fii sabilillah. Tak pernah kutahu tentang semua itu. Ya, dulu aku jahil.

Hingga..dalam salah satu episode hidupku, Allah menakdirkan aku bertemu sekelompok muslim yang dalam pandanganku tampak bijaksana dalam kebersahajaan. Tawadhu’ dalam keluasan ilmu dan keistiqomahan amalnya. Ikhlas dalam segala hal. Lalu.. Allah ‘azza wa jalla berkenan menganugerahkan padaku setitik cahaya bernama hidayah, aku pun berhijrah. Aku merawat hidayah itu dengan proses tarbiyah yang merubahku dalam segala hal; citaku, bicaraku, pikirku, penampilanku dan cara pandangku terhadap dunia. Kusadari ternyata tak ada satupun yang kumiliki benar-benar milikku seutuhnya. Ternyata pada waktu, harta, akal dan tenagaku sebagiannya adalah milik orang lain, milik umat. Alangkah kikirnya jika aku enggan berbagi, padahal itu semua bukan milikku. Tapi milik-Nya, yang dititipkan padaku. Aku menyesali keputusanku berhijrah, kenapa tidak dari dulu kulakukan?

Aku mengenang kembali saat-saat itu. Tahun-tahun awal berhijrah. Rasanya baru kemarin aku mengenakan jilbab yang --baru aku tahu— ternyata wajib dikenakan oleh tiap muslimah manapun di muka bumi tanpa dispensasi, pakaian cermin ketaqwaan yang kata-Nya mampu melindungiku dan membuatku mudah dikenali. Rasanya baru kemarin pertama kali aku menjadi bagian dari lingkar kecil forum pekanan untuk belajar Islam. Kata Murabiyah pertamaku, ”Ayo kita mulai dengan Basmalah dan tilawah, agar Allah menurunkan keberkahan dan rahmat-Nya pada kita serta menurunkan ribuan malaikat untuk menemani forum kita.” Ugh..merinding, ditemani malaikat? Ini adalah satu dari jutaan hal baru yang kuketahui dari forum ini. Ternyata kita dapat berinteraksi dan melibatkan makhluk langit dalam setiap forum kita hanya dengan membaca beberapa ayat Al Qur’an saja. Tak seperti seorang dukun yang harus repot-repot menyembelih ayam hitam putih dan bersusah payah mencari kembang tujuh rupa serta air dari tujuh sumur untuk mengundang jin. Cape deeh..

Perjalanan dibina. Bukan hal mudah bagiku untuk hadir dalam forum kecil itu, kadang kala rasa malas menyerang aku pun beralasan; jauh, panas, cape harus naik bis dua kali, nggak ada temannya, ketiduran, lupa, banyak cucian, mau beresin kamar, piket kos dan banyak lagi alasan-alasan ”murahan” lain. Kadang ada konflik dengan sesama teman halaqah yang memberatkan kakiku melangkah, aku belum paham konsep husnuzhon dan salamatush shodr dalam ukhuwah. Kadang beban tugas kuliah yang sebenarnya salahku sendiri yang lalai me-manaj waktu hingga tugas bertumpuk, lalu mengkambinghitamkan halaqah dan amanah dakwah. Kadang aku malah terlalu bersemangat hingga tak mampu mengendalikan laju semangatku dan menuduh orang lain begitu lamban dan stagnan, padahal aku hanya perlu sedikit bersabar, the right man at the right time and the right place, right? Kadang aku tak bisa menerima pendapat orang lain, menurutku akulah yang paling benar. Aku abaikan perintah sang pemimpin dan berjalan di rel ku sendiri, aku tidak mematuhi keputusan syuro’ bahkan tidak datang syuro’. Padahal dalam berjamaah harusnya aku berlapangdada menerima dan menjalankan keputusan syuro’, memang bukan hal yang mudah tapi insya Allah berkah. Bukankah rahmat-Nya ada di tangan jamaah? Eeeng..tentang syuro’ dan kewajiban berjamaah ini juga hal baru bagiku. Kadang ada kesalahan yang dilakukan Sang Murobiyah yang amat sulit kuterima sebagai suatu kewajaran, aku lupa bahwa Murabiyahku bukan malaikat. Jamaah ini bukan jamaah malaikat. Tapi jamaah manusia yang tentu saja tidak berbeda dengan manusia lain. Manusia adalah tempatnya lalai dan lupa, itu fitroh. Ah bodohnya aku. Entah sudah berapa banyak hati kusakiti dalam perjalananku dibina, harapku semoga saudara-saudaraku berkenan memaafkan kebodohanku.
Setelah satu tahun dibina. Aku dengan terpaksa -–mau tidak mau harus mau— harus menuju tahap selanjutnya.

Perjalanan membina. Hmm..rasanya baru kemarin aku mendapat kelompok pertama, bukan sebagai mutarobi tapi akulah sang murobiyah. Kelompok pertama yang menjadi tanggungjawabku, dalam perjalanan membina. Yang akhirnya kuterima setelah eyel-eyelan (bahasanya Indonesianya apa ya?^_^) dengan seorang Mbak. Mbaknya maksa banget siy..sampai alasanku habis dan tak ada pilihan selain menerima amanah itu.
Pengalaman pertamaku menjadi pembicara. Untuk memberi materi tentang ukhuwah saja, aku membeli, meminjam dan membaca banyak buku. Aku panik. Aku takut sekali tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Dalam kerangka berpikirku saat itu, seorang pengisi materi haruslah orang yang paling tahu tentang materi yang akan disampaikan. Ya, itu benar. Tetapi bukanlah suatu aib jika seorang pembicara mengatakan ”Maaf saya belum tahu tentang hal itu.” Rasulullah Saw saja tidak malu berkata, ”Malmas-uulu ’anha bi ’alamu minassaa-il.” Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya. Jika kusambung dengan kalimat, ”Akan saya tanyakan pada orang yang lebih tahu. Atau mari kita baca bersama buku yang menjelaskan tentang hal itu.” Bukankah itu tindakan yang cukup bijak? Sayangnya waktu itu aku belum tahu. Tolong dimaklumi ya T_T..

Then..disanalah aku berdiri (eh duduk) di tengah-tengah adik-adik. Aku..seorang murobiyah baru. Ya Allah..aku merasa belum mampu. Masih kuingat betapa groginya berada di depan adik-adik yang menatap dan menantiku berbicara. Kukuatkan hati dengan lantunan do’a. Ya Allah.. mampukan aku. Lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Aku mulai berbicara, ”Apa yang kalian ketahui tentang ukhuwah? Ya, benar. Ukhuwah adalah persaudaraan. Kita sering mendengar ungkapan Ukhuwah Islamiyah....dst.” Tidak terlalu sukses Dik, tapi lumayan untuk standar pengalaman pertama. Hatiku menghibur.
Tahun-tahun berlalu. Telah (atau baru?) .......**) tahun tarbiyah yang kujalani sebagai murobiyah sekaligus mutarobiyah tentu saja. Setelah merasakan beratnya menjadi murobiyah, semakin terkikis egoisme dalam diriku, aku belajar memahami bahwa sabar itu tanpa batas, belajar bertoleransi, aku banyak membaca, mendengar dan menganalisa banyak hal agar kemudian bisa kusampaikan pada adek-adekku pada saat dan cara yang tepat. Aku belajar untuk tidak menilai seseorang dari tampilan luarnya saja. Aku belajar menyebarkan cinta kepada sesama hanya dengan landasan aqidah. Dan yang paling berat, aku belajar ikhlas meskipun sering kali usahaku dalam membina tak berbuah sesuai harapan. Banyak sudah forum-forum kecil yang kubina---sakan, sungguh aku tak bermaksud begitu T_T. Kuadukan semua galau pada yang Maha Membina, ”Wahai Allah, jika semua itu terjadi karena dosa dan kesalahanku, maka ampunilah aku. Janganlah Kau siksa aku karena dosa dan kesalahanku. Jika semua terjadi karena memang bukan aku yang beruntung mendapatkan pahala sebagai makelar hidayah-Mu, semoga di lain kesempatan adik-adikku -–yang terbinasakan— bisa menggapai hidayah-Mu melalui murobi-murobi yang lain. Jadikan aku, mereka dan keturunan kami kelak sebagai penolong-penolong agama-Mu.”

Untuk adik-adik yang masih bersabar menjadi anggota lingkaran kecil kita..(hiks..jadi pengen nangis T_T) aku berharap lingkaran kita benar-benar bisa menjadi rumah yang paling aman dan nyaman untuk tempat kalian pulang. Tempat kalian rehat sejenak dari bermacam pertarungan di luar sana. Tempat bagi kalian mendapatkan cinta, mengungkapkan cinta, hingga mampu kalian bagi cinta itu pada dunia. Tempat kalian share ilmu dan semangat, hingga mampu kalian bagi ilmu dan semangat itu pada lainnya. Tempat kalian mengisi kembali teko ruhiyah penuh-penuh hingga menjadi kekuatan kalian dalam beramal dan bergerak. Sungguh naif jika kalian berharap bisa mendapatkan itu semua dari aku, murobiyah kalian. Tapi jangan kuatir adik-adikku sayang, semua itu bisa didapatkan jika kita bekerjasama merubuhkan dinding yang membatasi hatiku dan hatimu. Ayo kita saling membuka hati menyamakan persepsi, kita melakukan semua ini -–tarbiyah— dengan ikhlas agar kelak kita dapat berkumpul kembali di jannah-Nya, di sana kita bertelekan di dipan-dipan sambil meminum segelas khamr yang tidak memabukkan. Cawannya dari emas dan perak. Tidak ada kebohongan dan kesia-siaan di sana. Kita mengenakan sutra hijau nan lembut dan indah. Lalu bernostalgia tentang masa-masa perjuangan kita di dunia, yang ternyata benar-benar fana.

Aku ingin mutarobiyah-mutarobiyahku tahu bahwa aku ingin menjadi teman dan sahabat kalian. Sahabat tempat kalian berbagi duka, i’ll give my shoulder for you to cry on any time u need. Betapa bahagianya aku jika malam-malam buta mendapatkan sms “Mbak, aku sakit” atau “Mbak Bapakku kecelakaan” atau “Mbak aku lagi suntuk”, atau “Mbak suasana rumahku lagi panas, ortuku bertengkar”, dll. Bukannya aku berbahagia di atas dukamu Dik, bukan! Aku berbahagia karena kalian mengingatku dan mau berbagi saat-saat berat dalam hidup kalian. Aku bahagia karena aku menjadi bagian dari hidup kalian, meskipun aku hanya bagian kecil. Kususun bait demi bait do’a agar Allah ’azza wajalla senantiasa memudahkan urusan kalian, semoga kalian diberi-Nya kelapangan hati dan kejernihan pikiran untuk melewati berbagai ujian juga keikhlasan menerima semua ketentuan-Nya.

Aku ingin menjadi guru tempat kalian bertanya tentang segala. Aku berusaha untuk itu Dik. Tapi apalah daya aku bukan sang Maha Tahu. Aku hanya mampu membersamai kalian untuk memahami segala. Mari kita belajar bersama. Aku berharap suatu saat nanti kalian pun mau mengambil tanggung jawab menjadi guru. Mungkin kalian merasa belum mampu, aku pun dulu begitu Dik. Tapi ilmu kalau tak di bagi tak akan abadi, malah akan berkurang jika hanya disimpan di dalam memori. Maka berbagilah agar bermanfaat untuk umat dan menjadi simpanan amal yang akan mengalir pahalanya meski kalian telah tiada.

Aku ingin menjadi ustadzah bagi kalian Dik, tapi keterbatasan ilmuku menghalangi untuk mencapai garis idealisme. Mungkin pertanyaan-pertanyaan kalian tak pernah tuntas kujawab. Lalu aku berdalih ”Aku memang tidak pernah berharap kalian merasa puas akan ilmu. Sehingga kalian tak akan pernah berhenti mencarinya.” Itu memang harapanku. Namun faktor keterbatasanku juga berperan penting dalam ketidakpuasan kalian. Maka kuucapkan syukron atas kesabaran kalian sepanjang kebersamaan kita, jazakumullahu khoiron katsiro.

Aku ingin menjadi pemimpin bagi kalian. Dalam perjalanan kita, aku sering menugaskan kalian, kuharap itu tidak akan membuat kalian merasa terpaksa. Aku akan mempergilirkan tugas menjadi mas’ul dalam rumah kita, tugas mengelola uang kita, tugas menge-cek amal harian kita, tugas hafalan Qur’an, menugaskan untuk ikut dauroh ini atau seminar itu, dlsb. Semoga kalian melakukannya dengan tanggung jawab dan senang hati. Percayalah Dik, semua itu untuk kebaikan kalian. Sungguh, aku tak akan memerintahkan kalian melakukan hal-hal yang berakibat buruk pada dunia akhirat kalian. Tahukah kalian bahwa pemimpin kadang kala juga bisa salah, kuharap kalian dengan senang hati menyumbangkan kritik, saran dan nasehat untukku. Sungguh, aku akan sangat menghargai itu.

Aku ingin menjadi Ibu bagi kalian. Ibu yang mencintai anak-anaknya tanpa pilih kasih. Aku ingin mencintai kalian karena kalian anak-anak yang lahir dari rahimku. Aku mencintai kalian seperti aku mencintai diriku, bahkan lebih. Sebagai Ibu tentu saja aku ingin melihat kalian bahagia. Kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku juga. Suatu saat aku ingin melihat kalian bersanding di sisi seorang sholeh yang telah Allah tetapkan namanya untukmu sejak di Lauh Mahfudz. Aku ingin melihat kalian dan seorang sholeh itu membangun rumah tangga dakwah menjadi batu bata yang kokoh dan menjadi bagian dari bangunan peradaban yang besar ini. Dan semoga kalian mampu mendidik jundi-jundi kecil kalian menjadi mujahid-mujahid yang melanjutkan estafeta dakwah menuju kemenangan dan kejayaan Islam.

Kutuliskan ini agar kalian tahu betapa aku mencintai kalian karena Allah dan karena kalian mendedikasikan diri dalam dakwah. Kadang aku lupa Dik, bahwa tugasku hanya menabur benih bukan menuai hasil. Kealpaanku membuatku kurang sabar dan bertindak keras terhadap kalian. Maafkan aku ya Dik. Mari kita saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Wahai Allah..sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-MU, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, wahai Allah..abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tiada pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifah-Mu dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin...
’Afwan jika ada yang kurang berkenan.

*) khususnya mutarobiyahku
**) titik-titiknya rahasia 


With Oceans of Love
Seorang Murabiyah

©120707
di suatu sore yang lengang

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Pages

Blogger templates

Popular Posts